DIPLOMAT TERPERCAYA, BANJARMASIN – Meningkatnya angka anak tidak sekolah dan putus sekolah di Kota Banjarmasin menjadi perhatian serius Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin. Menanggapi hal ini, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Banjarmasin menggelar kegiatan Sosialisasi Penanganan Anak Tidak Sekolah/Putus Sekolah di Ballroom Hotel HBI, Senin (5/5/2025).

Wali Kota Banjarmasin, Muhammad Yamin HR, saat membuka acara menegaskan bahwa permasalahan ini bukan sekadar urusan teknis pendidikan, melainkan menyangkut masa depan generasi muda. “Ini menjadi atensi kita bersama,” tegasnya di hadapan peserta yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan pemangku kepentingan.

Data yang dipaparkan Plt Kepala Disdik Banjarmasin, Ryan Utama, menunjukkan tren peningkatan angka anak putus sekolah. “Data tahun 2024 tercatat lebih dari 7 ribu anak tidak melanjutkan pendidikan di semua jenjang. Angka ini naik dari sekitar 6 ribuan pada tahun 2023,” ujarnya.

Namun demikian, data dari Badan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kalimantan Selatan menunjukkan angka berbeda, yakni sekitar 3 ribu anak. Disdik pun melakukan verifikasi ulang dan hingga kini telah memvalidasi sekitar 1.900 anak yang benar-benar putus sekolah.

Menariknya, jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadi penyumbang terbanyak dalam data tahun 2024. “Kami masih menelusuri penyebab pastinya, namun faktor ekonomi, tuntutan pekerjaan, hingga kesadaran orang tua menjadi dugaan awal,” jelas Ryan.

Untuk menangani hal ini, Pemko Banjarmasin mengupayakan berbagai solusi, seperti pendidikan kesetaraan dan program prioritas Yamin-Ananda, termasuk penyediaan seragam serta perlengkapan sekolah gratis bagi anak dari keluarga tidak mampu.

Anggota Komisi IV DPRD Kota Banjarmasin, Masriah, menyoroti dampak sosial dari tingginya angka anak putus sekolah. Ia mengingatkan bahwa Banjarmasin sempat kehilangan predikat Kota Layak Anak karena banyaknya anak usia 8–10 tahun yang menjadi anak jalanan. “Kondisi ini sempat dipertanyakan langsung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Jangan sampai terulang,” tegasnya.

Senada dengan itu, Advokat Syamsul Khair, S.H., yang juga Penasehat Hukum SMPN 29 Banjarmasin, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menangani masalah ini. Ia menyebutkan bahwa koordinasi dari tingkat kota hingga RT sangat penting, karena RT memiliki kedekatan langsung dengan warga. “Pemahaman orang tua yang keliru tentang pendidikan sering kali menjadi faktor utama. Padahal, pemerintah sudah menyediakan fasilitas pendidikan gratis melalui program wajib belajar 9 tahun,” ujarnya.

Khair juga mengapresiasi langkah sosialisasi yang dilakukan Pemko Banjarmasin dan berharap program ini ditindaklanjuti secara konkret di lapangan. “Sosialisasi ini sangat penting sebagai fondasi, namun implementasi yang terukur dan sinergis adalah kunci keberhasilan penanganan anak putus sekolah,” pungkasnya.(*)