DIPLOMAT TERPERCAYA, Banjarmasin – Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqi Karsayuda, memperingatkan bahwa sisa 20% Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang belum tuntas di Kalimantan Selatan (Kalsel) berpotensi menimbulkan konflik agraria. Pernyataan terungkap dalam acara sosialisasi program strategis nasional Kementerian ATR/BPN di Banjarmasin.

Meskipun 80% target PTSL di Kalsel telah tercapai, Rifqi menyebut masalah terkait tanah yang belum terdaftar atau tidak memiliki sertifikat sah tetap menjadi ancaman yang harus segera diselesaikan.

Rifqi menjelaskan bahwa dua isu utama yang perlu diselesaikan segera adalah tumpang tindih dokumen tanah dan adanya tanah yang dikuasai tanpa sertifikat yang sah. Masalah ini, menurutnya, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang pada akhirnya bisa berujung pada sengketa antara masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta.

“Penyelesaian PTSL tidak hanya soal administrasi, tetapi lebih pada memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Tanah yang dikuasai tanpa dokumen sah adalah bibit masalah yang harus kita selesaikan agar konflik agraria tidak terus mengancam,” ujarnya.

Masalah Tanah di Kawasan Perkebunan dan Pertambangan
Rifqi juga menyoroti masalah terkait tanah yang berada di kawasan perkebunan besar dan pertambangan. Banyak klaim kepemilikan tanah di kawasan-kawasan ini yang tidak disertai dokumen yang sah. Warga yang sudah lama menguasai tanah tersebut sering kali kesulitan untuk mendapatkan sertifikat yang sah karena masalah administrasi. Jika tidak segera diatasi, masalah ini bisa berpotensi menjadi sengketa besar.

“Tanah yang dikuasai oleh warga namun belum terdaftar dan tidak memiliki sertifikat yang sah bisa menjadi masalah besar di kemudian hari. Tanpa kepastian hukum, klaim kepemilikan ini berpotensi menimbulkan konflik. Kami ingin memberikan kepastian hukum bagi masyarakat agar mereka merasa terlindungi,” kata Rifqi.

Kolaborasi Antara Pemerintah dan Masyarakat
Dalam kesempatan itu, Rifqi mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama dalam menyelesaikan sisa 20% PTSL yang belum tuntas. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah pertanahan yang masih ada. Rifqi juga berharap agar kepala daerah yang baru terpilih menjadikan penyelesaian masalah pertanahan sebagai prioritas utama.

“Saya berharap para gubernur, bupati, dan wali kota yang baru terpilih menjadikan penyelesaian masalah pertanahan sebagai agenda utama mereka. Penyelesaian PTSL adalah langkah konkret untuk mencegah konflik yang lebih besar dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,” ungkap Rifqi.

Penyelesaian PTSL untuk Stabilitas Sosial dan Ekonomi
Rifqi menambahkan bahwa penyelesaian PTSL bukan hanya soal administrasi pertanahan, tetapi juga tentang menciptakan stabilitas sosial dan ekonomi. Tanpa kepastian hukum atas tanah, konflik antara warga, pemerintah, dan perusahaan akan terus mengancam ketentraman masyarakat.

“Jika kita tidak menyelesaikan masalah pertanahan dengan serius, konflik agraria akan terus menjadi ancaman. Namun, jika kita memberikan solusi yang adil, kita akan menciptakan kondisi yang lebih aman dan stabil, yang pada akhirnya mendukung pembangunan berkelanjutan,” tutup Rifqi.

Pada acara yang sama, Rifqi juga menyerahkan sertifikat tanah secara simbolis kepada beberapa penerima, termasuk yayasan masjid dan warga yang sudah lama menguasai tanah tetapi belum memilikinya secara resmi. Sertifikat ini diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemilik tanah serta mempercepat penyelesaian masalah pertanahan yang masih tertunda di Kalsel.

Dengan penyelesaian PTSL yang menyeluruh, Rifqi berharap potensi konflik agraria di Kalsel dapat diminimalkan, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang selama ini menguasai tanah tanpa legalitas yang jelas.(ya)