DIPLOMAT TERPERCAYA, BANJARMASIN – Wali Kota Banjarmasin, H. M. Yamin HR, mengimbau agar anak-anak tidak lagi dilibatkan dalam kegiatan pemadaman kebakaran. Hal ini disampaikan menyusul maraknya keterlibatan anak-anak di bawah umur dalam aksi pemadaman, baik secara langsung maupun sebagai bagian dari komunitas relawan.

“Terkait anggota pemadam, perlu juga kita imbau dan dinas terkait untuk mensosialisasikan, karena selama ini banyak anak di bawah umur yang ikut terlibat,” kata Yamin saat dimintai keterangan, Senin (2/6/2025).

Ia menilai bahwa aktivitas pemadaman memiliki risiko tinggi dan sama sekali tidak layak dijalani oleh anak-anak. Menurutnya, anak-anak belum memiliki kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi kondisi darurat seperti kebakaran. Ia menegaskan bahwa semangat kepedulian dan keberanian memang patut diapresiasi, tetapi keselamatan anak-anak harus menjadi prioritas utama.

“Anak-anak seharusnya berada dalam lingkungan yang aman dan terlindungi, bukan justru berada di garis depan risiko bencana,” tegas Yamin.

Pemerintah Kota Banjarmasin, lanjutnya, akan mendorong dinas terkait untuk segera menyusun program edukasi dan pembinaan yang menyasar komunitas pemadam, orang tua, dan anak-anak itu sendiri. Ia juga menyarankan agar minat anak terhadap dunia kebencanaan diarahkan ke jalur yang sesuai usia, seperti pelatihan formal ketika sudah cukup umur.

“Kalau memang punya minat di bidang kebencanaan, itu bisa disalurkan dengan pelatihan yang sesuai saat usianya cukup. Jangan dipaksakan sekarang,” ujarnya.

Sikap tegas juga datang dari Syamsul Khair, S.H., advokat asal Kalimantan Selatan yang dikenal sebagai pemerhati anak. Ia menilai pelibatan anak dalam kegiatan pemadam kebakaran sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip keselamatan dan perlindungan anak.

“Anak-anak tidak boleh menjadi anggota pemadam kebakaran karena ini menyangkut keselamatan, tanggung jawab, dan perkembangan fisik maupun mental mereka. Ini bukan sekadar soal keberanian, tapi soal perlindungan,” tegas Syamsul Khair.

Ia menjelaskan bahwa pekerjaan pemadam kebakaran sangat berbahaya karena melibatkan api, asap beracun, bangunan roboh, dan kondisi ekstrem lainnya. Dalam situasi tersebut, anak-anak belum memiliki kemampuan fisik maupun keterampilan teknis yang memadai.

Lebih jauh, Khair menekankan pentingnya aspek hukum. Menurutnya, pelibatan anak dalam pekerjaan berbahaya jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 15 disebutkan bahwa anak berhak memperoleh perlindungan dari segala bentuk pekerjaan yang menghambat tumbuh kembang mereka.

“Kegiatan seperti itu bukan hanya berbahaya secara fisik, tapi juga bisa berdampak traumatis secara emosional. Belum lagi aspek hukum yang jelas melarang pelibatan anak dalam pekerjaan berisiko tinggi,” jelasnya.

Ia pun mendorong agar edukasi mengenai kebakaran tetap bisa diberikan, namun dengan pendekatan yang sesuai usia. Anak-anak, katanya, tetap bisa belajar tentang keselamatan kebakaran melalui program edukatif seperti “Fire Safety for Kids”.

“Kalau ingin menumbuhkan kesadaran anak soal kebencanaan, ada cara yang lebih tepat, seperti melalui program edukasi yang sesuai usia, bukan menurunkan mereka ke lapangan kebakaran,” pungkasnya.

Baik Pemkot Banjarmasin maupun kalangan pemerhati anak kini mendorong sinergi lintas sektor untuk menghentikan keterlibatan anak dalam aktivitas pemadam kebakaran dan menggantinya dengan pendekatan edukatif yang aman.