Advokat Syamsul Khair: Rumah Sakit Wajib Layani Pasien Gawat Darurat Tanpa Syarat
DIPLOMAT TERPERCAYA, BANJARMASIN – Advokat Syamsul Khair, S.H., mengingatkan rumah sakit, terutama yang bermitra dengan BPJS Kesehatan, agar tidak menolak pasien dalam kondisi gawat darurat meski belum menyelesaikan administrasi.
Ia menekankan bahwa larangan tersebut sudah diatur tegas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Tidak boleh ada alasan administratif untuk menunda atau menolak penanganan pasien gawat darurat. Itu pelanggaran hukum,” kata Khair saat ditemui di Banjarmasin, Rabu, 11 Juni 2025.
Khair merujuk pada Pasal 174 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2023, yang menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien dalam kondisi gawat darurat.
Ia menyebut ketentuan ini bersifat mutlak dan harus dijadikan acuan dalam seluruh standar prosedur layanan medis, khususnya di instalasi gawat darurat (IGD).
Menurutnya, rumah sakit perlu memperbarui standar operasional prosedur (SOP) di IGD agar sejalan dengan regulasi terbaru. Ia juga menyarankan agar ketentuan itu dicantumkan secara eksplisit dalam perjanjian kerja sama (PKS) dengan BPJS Kesehatan.
“Jika ada pelanggaran oleh tenaga medis atau pihak manajemen, rumah sakit harus punya mekanisme internal untuk menindak tegas,” ujarnya.
Selain itu, Khair juga menyoroti soal pemulangan pasien secara prematur yang diduga bisa terjadi karena pertimbangan pembiayaan. Ia menegaskan bahwa pemulangan pasien hanya boleh didasarkan pada penilaian medis oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).
“Jika pasien dipulangkan karena pertimbangan kuota hari rawat atau klaim INA-CBG’s, itu bisa dikategorikan sebagai wanprestasi atau bahkan perbuatan melawan hukum,” kata Khair.
Ia mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kesehatan dalam Program JKN, yang menyatakan bahwa pelayanan diberikan berdasarkan kebutuhan medis, bukan pembatasan waktu atau biaya.
Khair juga mendorong rumah sakit untuk memberikan pelatihan etik dan hukum bagi petugas medis serta manajemen, guna mencegah pelanggaran hak pasien.
Menurutnya, pengambilan keputusan yang tidak berdasarkan pertimbangan medis berisiko menimbulkan sengketa hukum, gugatan perdata, hingga laporan ke Ombudsman atau Komisi Etik Profesi.
“Konsekuensinya bukan hanya administratif. Rumah sakit bisa terkena sanksi pidana, bahkan pemutusan kerja sama dari BPJS,” pungkasnya.(*)
Tinggalkan Balasan