Diskusi Lapakan Komunitas Gembel Banjarmasin: Bendera One Piece, Simbol Kritik, Bukan Makar
DIPLOMAT TERPERCAYA, BANJARMASIN – Komunitas Gemar Belajar (Gembel) Banjarmasin menggelar diskusi terbuka atau yang mereka sebut sebagai diskusi lapakan untuk menanggapi fenomena pengibaran bendera bajak laut One Piece yang sempat menjadi kontroversi nasional. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk respons terhadap narasi yang berkembang bahwa aksi tersebut merupakan tindakan makar atau pengkhianatan terhadap negara.
Gaga, pendiri Komunitas Gembel, menjelaskan bahwa diskusi ini digelar dengan tujuan membuka ruang dialog kritis dan menjaga kesadaran publik atas dinamika kebangsaan. Menurutnya, pengibaran bendera One Piece bukanlah bentuk pemberontakan, melainkan ekspresi keresahan masyarakat atas kondisi sosial dan kebijakan pemerintah.
“Alasan sederhananya kami ingin membuka pandangan-pandangan kawan-kawan untuk menyikapi isu-isu terkait pengibaran bendera One Piece. Di sisi lain, kami juga ingin membuka kesadaran kawan-kawan terhadap kondisi bangsa ini. Terlebih tentang bagaimana respons pemerintah terhadap masyarakat,” ujar Gaga dalam diskusi tersebut.
Ia menambahkan bahwa aksi semacam itu mestinya dibaca sebagai kritik sosial, bukan dijustifikasi sebagai tindakan subversif. “Ini bentuk kritik, bukan pengkhianatan terhadap negara. Kecuali korupsi, itu baru bentuk pengkhianatan yang nyata,” tegas Gaga.
Dalam beberapa kasus di daerah lain, menurut informasi yang diterima pihaknya, sejumlah bendera One Piece yang dipasang diminta untuk tidak dikibarkan. Gaga menyayangkan reaksi berlebihan itu.
“Masa setakut itu dengan sebuah bendera? Nasionalisme itu bukan sekadar simbol atau seremoni, tapi tentang sikap dan kepedulian terhadap nasib bangsa,” katanya.
Komunitas Gembel menekankan bahwa anak-anak muda saat ini justru menunjukkan kecintaan terhadap negara dengan cara yang lebih substantif: mengkritisi kebijakan yang dinilai menyimpang dari cita-cita kemerdekaan. Diskusi lapakan ini, menurut Gaga, merupakan upaya merawat ruang berpikir dan dialog kritis yang semakin sempit di era sekarang.
“Kami menyimpulkan bahwa ini bukan hanya soal bendera. Ini adalah soal ekspresi kepedulian. Pemerintah seharusnya tak perlu takut. Yang mesti dilakukan justru pembenahan kebijakan, bukan represi,” pungkasnya.
Komunitas Gembel juga menyerukan agar semua pihak, termasuk aparat negara, kembali pada semangat konstitusi sebagaimana termaktub dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945: untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Pandangan Hukum: Tidak Otomatis Melanggar
Dalam forum yang turut dihadiri kalangan muda, aktivis, dan mahasiswa ini, hadir pula Advokat Syamsul Khair yang memberikan pandangan yuridis terkait polemik bendera ini. Ia menekankan perlunya pemahaman proporsional atas dasar hukum.
“Berdasarkan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, setiap orang bebas mengekspresikan dirinya, selama tidak bertentangan dengan hukum, moral, dan ketertiban umum,” jelas Khair.

Ia menjelaskan bahwa penggunaan simbol seperti bendera bajak laut untuk tujuan seni, budaya, atau hiburan tidak dilarang secara hukum. Namun demikian, menurutnya, aspek lokasi dan dampak sosial tetap harus diperhatikan.
“Kalau pemasangannya di ruang publik dan menimbulkan keresahan, maka penertiban bisa dilakukan pemerintah daerah berdasarkan Perda Ketertiban Umum. Jadi persoalannya bukan pada gambar benderanya, tapi lebih kepada konteks dan dampaknya,” tambahnya.
Khair juga menyinggung konteks kriminal. Apabila bendera digunakan sebagai simbol tindak kejahatan, maka keberadaannya dapat dikategorikan sebagai alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 188 KUHAP. Namun ia menegaskan, “Simbol itu sendiri tidak otomatis melanggar hukum.”
Lebih lanjut, advokat Syamsul Khair yang merupakan Pengacara Bea Cukai juga ada memakai logo khusus tapi ia juga mengingatkan soal aspek Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Desain Jolly Roger versi One Piece itu dilindungi hak cipta. Kalau diproduksi massal dan dijual tanpa izin, itu melanggar Undang-Undang Hak Cipta maupun Undang-Undang Merek.” pungkasnya.(*)
Tinggalkan Balasan